Jumat, 23 Juli 2010

Guru Profesional Tidak Harus Menunggu Sertifikasi

Pemberlakukan
sertifikasi pendidik yang memberikan angin segar berupa penerimaan tunjangan
profesi sebesar satu kali gaji pokok, seakan menyihir guru-guru di tanah air
untuk bekerja “lebih ker
Indikasinya, sejak diwacanakan sertifikasi beserta persyaratannya, dalam
sekejap guru-guru menjadi sangat rajin mengumpulkan sertifikat keikutsertaan
berbagai kegiatan peningkatan profesionalisme seperti seminar, pelatihan, dan
wokrshop baik di tingkat lokal, regional, maupun nasional.
Hasrat guru untuk menumpuk sebanyak-banyaknya kertas bercap panitia berbagai
acara yang melibatkan tenaga edukatif, begitu berapi-api, agar jumlahnya
memenuhi terget untuk keperluan pengajuan penilaian portofolio program
sertifikasi

; Yang menjadi
keperihatinan kita semua adalah, nafsu menggebu guru-guru lantas dimanfaatkan
oleh oknum yang ingin meraup keuntungan dalam penyelenggaraan seminar
pendidikan, yang akhirnya dapat mencoreng nama baik sebuah Dinas Pendidikan.

Diperlukan Sistem Berpihak pada Guru
Sejak awal, guru amat sangat diharapkan sebagai kaum yang selalu haus
ilmu. Karena tugas dan kewajibannya bukanlah sekedar menyampaikan ilmu basi
kepada peserta didik. Ilmu yang menjadi bidang ajar guru bukanlah sesuatu yang
statis atau stagnan, melainkan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman.
                      Guna memacu
motivasi guru untuk terus belajar sepanjang hayat inilah, peran dan komitmen
pemerintah untuk selalu memperhatikan kehidupan dan profesi guru wajib langgeng
adanya.
Guru adalah manusia biasa yang amat lekat dengan hukum P dan D.  P adalah Perhatian dan D adalah Diperhatikan.

Guru yang mampu memberikan perhatian sepenuhnya atas profesi dengan segala
tugas dan tanggung jawabnya adalah mereka yang selalu mendapatkan perhatian
(diperhatikan) dari pihak-pihak yang paling bertanggung jawab atas baik
buruknya proses dan hasil pendidikan (baca: pemerintah, termasuk di dalamnya
Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan).
Saat profesi guru mendapatkan pengakuan, perhatian dan penghormatan yang layak
termasuk dalam hal kesejahteraan, jauh hari sebelum seseorang menjadi guru, dia
akan berniat bulat untuk menjadi sosok pendidik yang profesional.
                        Implikasinya,
mereka yang sadar tidak akan mampu menjadi seorang pendidik, tidak akan berani
“bermain mata” dengan profesi guru yang agung. Mereka akan lebih memilih
minggir dan beralih ke profesi lain yang cocok dengan bakat dan kemampuannya.
Kenyataan di lapangan begitu mencolok mata, karena beberapa sebab, usaha
pemerintah untuk melejitkan profesionalisme guru guna menggenjot kualitas
proses dan hasil pendidikan di tanah air tampak begitu sulit dan berat, bahkan
dimungkinkan dapat melahirkan jiwa pesimis di kalangan masyarakat.
                                 Pertama,
karena guru dan profesinya sudah begitu lama “tidak dianggap” penting oleh
pemerintah; kalaupun ada pengakuan, sebatas pada pujian yang dinilai suci dan
sakral (pahlawan tanpa tanda jasa) sehingga begitu nyenyaknya guru berada dalam
zona aman (comfort zone) tanpa mau bersusah payah meningkatkan derajat
keilmuwan maupun peningkatan kualitas proses KBM di balik minimnya perhatian
dan tingkat kesejahteraan.
                                  Kedua,
peningkatan perhatian pemerintah terhadap nasib guru dan profesinya yang
berjalan seperti tetesan air embun dari dedaunan di musim kemarau tidak mampu
merubah secara drastis pola pikir dan kebiasaan lama guru yang telah begitu
mendarah daging. Kalaupun ada, perubahan positif ini kebanyakan baru sebatas
greget guru untuk mengumpulkan data-data di atas kertas, salah satunya untuk
syarat kenaikan pangkat dan program sertifikasi guru.
Sungguh perlu dibangun sistem yang mampu mendidik guru untuk memiliki kesadaran
alami, semacam panggilan jiwa untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan
profesinya tanpa harus menunggu-nunggu guru tersebut lolos sertifikasi.

                                 Dan
tidak perlu kiranya, guru yang berhasil melalui liku-liku proses sertifikasi
dan berhasil mengantongi sertifikat pendidik, saat dirinya tidak profesional
merasa terancam akan diberhentikan secara tidak hormat atau dengan jiwa
kesatrianya mau mengundurkan diri. Sangat ideal memang, tetapi saat guru sudah
merasa profesinya benar-benar dimanusiakan oleh pemerintah, niscaya panggilan
jiwa guru yang suci akan membuatnya dinamis dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya sebagai sosok pendidik yang benar-benar mumpuni dan
profesional.
                                Selamat
berjuang bagi guru yang tengah menunggu teraihnya sertifikat pendidik melalui
program sertifikasi!
Untuk segenap guru di tanah air, mari kita terus berusaha, bekerja keras,
dengan cara-cara yang fair untuk menjadi guru profesional setiap saat, tanpa
harus menunggu-nunggu terbitnya selembar kertas, pencair tunjangan sebesar 1
kali gaji pokok!
                                 Wahai,
Pemerintah yang Bijak, kapan lagi guru akan diperhatikan secara layak, setimpal
dengan tanggung jawab dan tugasnya yang maha berat, kalau tidak sekarang?


selengkapnya

0 komentar:

Selamat Tahun Baru 2013 !!! .

 
Powered by Blogger