Minggu, 04 September 2011

Bada dan Hari Raya Ketupat


Mennjadi kebiasaan umat Islam Indonesia khususnya di Jawa merayakan dua kali Lebaran dalam bulan Syawal, yaitu Idul Fitri dan Lebaran ketupat. Lebaran ketupat adalah lebaran yang biasanya dirayakan satu minggu pasca Idul Fitri dengan menghidangkan masakan spesial lebaran berupa ketupat. Hidangan khas yang khusus hadir di tengah masyarakat ketika lebaran ini ternyata menciptakan warna tersendiri yang lekat dengan nuansa lebaran. Muncul pertanyaan, mengapa lebaran ketupat dirayakan pada hari ke tujuh pasca Idul Fitri?
Dilihat dari lacakan sejarah, tradisi lebaran ketupat diperkirakan ada sejak Islam masuk Jawa. Pelopornya adalah Sunan Kalijaga, yang pertama kali memperkenalkan tradisi ini kepada masyarakat. Ia membudayakan dua kali bada’ (dalam bahasa Jawa berarti hari raya), yaitu bada lebaran dan bada kupat. Bada kupat dirayakan seminggu setelah Idul Fitri. Saat itu hampir setiap rumah di Jawa terlihat menganyam ketupat dari janur (daun kelapa muda). Setelah selesai dimasak, ketupat diantar ke kerabat lebih tua sebagai lambang kebersamaan.
Ternyata tradisi lebaran ketupat ini tak hanya berkembang di Jawa atau Indonesia, tapi juga di Malaysia, Singapura dan sebagian negara-negara di Asia Tenggara dengan bermacam variasinya.
Dalam ajaran Islam sebenarnya Rasulullah tak mengajarkan tuntunan merayakan lebaran ketupat. Yang ada hanya Idul Fitri yang merupakan hari kemenangan umat Islam setelah satu bulan menunaikan ibadah puasa. Di hari itu dosa-dosa yang berkaitan dengan hubungan antar manusia akan hilang dengan saling bersilaturahmi dan bersalaman. Itulah mengapa hari raya disebut juga dengan lebaran yang berasal dari bahasa Jawa ‘lebar’ yang berarti habis. Yakni habis atau hilangnya dosa di antara manusia. Tuntunan yang diajarkan Nabi setelah Idul Fitri adalah puasa enam hari di bulan Syawal dihitung sejak satu hari setelah Idul Fitri.
Bada kupat dapat diibaratkan sebagai hari raya bagi umat Islam yang melaksanakan puasa sunah 6 hari di bulan Syawal. Bila enam hari berturut-turut dihitung sejak tanggal 2 Syawal, maka puasa berakhir pada tanggal 7 Syawal di mana esoknya adalah bada kupat. Sehingga bada ini menjadi bebungah atau hadiah kebahagiaan bagi mereka sebagaimana Idul Fitri bagi umat Islam yang berpuasa satu bulan penuh di bulan Ramadan.
Ajaran Sunan Kalijaga ini hampir senada dengan ajaran wayang yang ia tanamkan kepada masyarakat sebagai akulturasi budaya dan syiar agama. Wayang kini telah menjadi tradisi di masyarakat, begitu pula dalam tradisi bada kupat yang sangat lekat dengan hadirnya lebaran.
Hidangan ketupat bukan sembarang makanan yang dihidangkan saat lebaran. Ada arti penting dari hidangan ketupat. Ketupat adalah makanan khas Indonesia yang terbuat dari nasi yang dibungkus janur. Berbentuk belah ketupat dengan enam atau tujuh pojok yang mencerminkan berbagai kesalahan manusia, dilihat dari rumitnya anyaman bungkus ketupat. Ketupat juga mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah mohon ampun dari segala kesalahan, dilihat dari warna putih ketupat jika dibelah dua. Ketupat mencerminkan kesempurnaan, jika dilihat dari bentuknya.
Janur menjadikan ketupat makanan yang istimewa karena janur memiliki makna kesucian dan kemurnian. Dalam bahasa para kyai, janur berasal dari bahasa Arab ‘Jaa’a Nur’ yang memiliki arti ‘datangnya cahaya’. Ini juga menjadi alasan para kyai menganjurkan di pesta perkawinan menggunakan janur sebagai hiasan. Bentuk ketupat pun tak sembarang kotak, tapi memiliki enam atau tujuh pojok yang diarti rukun iman (kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, qadha’ dan qadar)
Sedangkan tujuh pojok memiliki makna tidak terbatas, di mana Allah menciptakan bumi langit dan seisinya dalam tujuh hari, menciptakan langit dengan tujuh tingkatan, dan sebagainya.
Sebagaimana pesan lain yang disampaikan Sunan Kalijaga melalui berbagai ajaran untuk menyebarkan Islam, seperti wayang, ajaran bada kupat ini juga memiliki pesan yang dalam. Lebaran tak sekadar lepas dari kewajiban berpuasa. Esensi lebaran merupakan awal dari kehidupan baru, memulai kembali lembaran kehidupan baru di kertas putih tanpa dosa. Lebaran menjadi momentum tepat untuk kembali menyambung silaturahim.
Karena sejatinya Islam mengajarkan untuk bersosial yang baik, bukan sekadar hablum minallah namun juga hablum minannas. Puasa yang telah dilaksanakan merupakan ibadah yang berorientasi pada hablum minallah, sedang silaturrahim dan saling bermaaf-maafan merupakan ajaran yang berorientasi hablum minannas. Semoga lebaran kali ini benar-benar menciptakan kemenangan umat Islam untuk kembali pada pribadi hakikinya yang fitri. Allahumma Amiin.
Wallahu a’lam bish showab

selengkapnya

0 komentar:

Selamat Tahun Baru 2013 !!! .

 
Powered by Blogger